Matalampung.com, BANDAR LAMPUNG: Guru Besar Farmakolog Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati Bandar Lampung yang juga sekaligus Ketua Konsil Kedokteran Indonesia, Prof. dr. Taruna Ikrar, M.Biomed, Ph.D kembali menyampaikan orasi ilmiah dalam acara wisuda ke-105 program sarjana dan pascasarjana Universitas Negeri Surabaya (Unesa) di Surabaya, Sabtu (18/3/2023).
Wisuda Unesa dipimpin langsung Rektor Unesa Prof.Dr. Nurhasan. Jumlah wisudawan mencapai 1.618 orang.
Dalam orasinya, Prof.Taruna mengulas tentang NeuroLeadership yakni pembaruan dari bagaimana pemimpin menggunakan akal dan pikirannya, yaitu tentang cara seorang pemimpin mengutamakan akalnya dari semua bentuk emosi, egoisme, keberpihakan sempit, ekstremisme, dan lain-lain.
“Disiplin keilmuan ini hendaknya dilihat dari empat sudut kebenaran, mulai dari kebenaran filosofis, kebenaran sosiologis, kebenaran yuridis, dan kebenaran kultural,” katanya.
NeuroLeadership sendiri membahasakan kebenaran dengan bahasa akademik dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan NeuroLeadership, kata dia, seorang pemimpin dituntut untuk terus bergerak, tumbuh, dan berkembang menjadi lebih baik dari hari ke hari.
Dalam psikologi dikenal istilah positive psychology, itu pula yang diperjuangkan oleh NeuroLeadership, yakni melihat segala sesuatu dari sudut pandang kekuatan.
NeuroLeadership menjadi pencerahan baru yang tidak meninggal unsur manusia insani, karena ujung dari kepemimpinan adalah rahmat atau kasih sayang. Tidak boleh ada kepemimpinan yang menjerumuskan. Untuk itu kepemimpinan berbasis otak sehat merupakan suatu kebutuhan dan harapan baru.
“Ke depan, dunia dihadapkan pada sesuatu yang tidak pasti, berubah-ubah, kompleks, dan ambigu. Di situlah peran NeuroLeadership menjaga kewarasan dan ketenangan kondisi Indonesia. Tentu semua bermula dari individu yang telah dicerdaskan otak (emosi)nya,” katanya.
Prof. Taruna menambahkan pemimpin Indonesia adalah pemimpin yang memiliki kapasitas yang komprehensif sehingga berani mengambil risiko serta bertanggung jawab.
Untuk itu perlu kiranya kita memilih pemimpin yang tepat. Tepat di sini artinya pemimpin tersebut adalah seorang yang berpola pikir bertumbuh (growth) dan transformasional.
“Jangan sampai memilih pemimpin yang berpola pikir tetap (fix) dan tidak terbuka terhadap perubahan. Lebih bahaya lagi pemimpin dengan otak destruktif yang tidak mengenal kultur, sejarah, filosofi dan kondisi sosial bangsa Indonesia, yang ujungnya membentuk gaya memimpin otoriter,” katanya.
Terakhir, Taruna menjelaskan positive psychology, i adalah keteladanan dimana fenomena sudah tidak lagi mampu menjelaskan kompleksitas. Dibutuhkan model pemimpin yang tenang, yang mampu memecahkan berbagai persoalan, pemimpin yang memiliki kapasitas melakukan perubahan ke arah yang lebih baik.
Dengan demikian, seluruh rakyat Indonesia dapat berbangga karena telah memiliki model pemimpin ideal, itulah kepemimpinan NeuroLeadership yang terpatri di dalam diri sendiri.
Akhirnya, dengan memanfaatkan kekuatan sumber daya inovator, yaitu alumni universitas, tujuan dan cita-cita nasional dapat tercapai. Semoga para pemimpin visioner, para ilmuwan dan cendekia yang maha terpelajar ini dapat mengaplikasikan ilmu dan kemampuannya demi kemaslahatan manusia secara keseluruhan.
“Dan yang terpenting adalah Bahwa wisudawan yang hadir pada pagi hari ini dapat menjadi para ilmuwan, manajer, pemimpin yang paripurna.
“Selamat dan semoga sukses dalam menempuh dan memegang amanah sebagai mahluk yang maha terpelajar,” pungkasnya. (Rls)
Sumber : Gil/humasmalahayatinews