BANDAR LAMPUNG (Matalampung.com) : Menko Perekonomian RI Dr (HC) Airlangga Hartarto, MBA mengatakan, Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dibuat untuk menyikapi middle income trap (MIT) yang bisa dihadapi Indonesia. Hal itu bisa terjadi jika tidak dilakukan sebuah terobosan.
Hal itu dikatakan Airlangga Hartarto dalam Focus Grup Discussion (FGD) secara virtual yang digelar Forum Rektor Indonesia (FRI), Senin (26/10/2020). FGD yang mengangkat tema “Tinjauan Akademis terhadap UU Cipta Kerja : Menggali dan Merumuskan Masukan untuk Klaster Ketenagakerjaan, UMKM dan Investasi” dimoderatori oleh Wakil Pokja Ekonomi dan Keuangan FRI juga Wakil Rektor I Universitas Teknokrat Indonesia Dr. H. Mahathir Muhammad, S.E. M.M,.
Airlangga menyampaikan, sejak 1 Juli 2020 Indonesia masuk ke dalam upper middle-income country, setelah sejak 1995 berada dalam lower middle-income country. Gross National Income per capita Indonesia 2019 naik menjadi 4050 dolar AS dari 3840 dollar AS pada tahun 2018.
Lebih lanjut Airlangga menyampaikan Indonesia bisa terjebak dalam middle-income trap (MIT), jika tidak bisa menjadi high-income country dalam beberapa tahun ke depan. “Indonesia berharap pada tahun 2035 atau 2036 kita bisa lewat 10 ribu US (GNI), yaitu sebuah patokan sebuah negara untuk menjadi negara high income country,” kata Airlangga.
Kelemahan negara middle-income country itu terutama di sektor produktivitasnya. Salah satu pertanda middle-income country itu kata Airlangga adalah upah tenaga kerja yang rendah.
“Di level ini biasanya kita bersaing dengan negara berpendapat rendah (lower middle-income countries), seperti Bangladesah, Myanmar, bahkan India. Tentu produk yang berbasis pada upah buruh rendah, tidak masuk ke negara berpenghasilan tinggi,” ungkap Airlangga.
Negara yang terjebak dalam middle-income trap akan berdaya saing lemah. Hal itu, menurut Airlangga, disebabkan negara tersebut kalah dalam bersaing dengan low-income countries. Terutama kalah bersaing dalam hal upah buruh. Sementara dengan high-income countries, kalah bersaing dalam hal teknologi dan produktivitas.
“Indonesia perlu memilih meningkatkan produktivitasnya, dan ini yang didorong dalam UU Cipta Kerja,” tutur Ketua Umum DPP Partai Golkar tersebut.
“Dari pengalaman negara yang sukses melewati middle-income trap itu, maka kontribusi daya saing tenaga kerja dan produktivitas menjadi andalan,” tambah Airlangga.
Airlangga menyatakan, UU Cipta Kerja ini diperlukan untuk mentransformasikan ekonomi dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi menjadi lebih cepat sehingga dapat segera keluar dari MIT. Menurut Menko Perekonomian ini, dalam survei yang dilakukan IMF dan sebuah organisasi di Belanda, telah menempatkan Indonesia dalam kompleksitas bisnis nomor satu atau paling buruk, artinya paling komplek dan rumit sedunia.
“Indonesia berada di atas Brasil, Argentina dan Yunani, sementara Malaysia di urutan sembilan,” tambah Airlangga.
Oleh karena itu, kata Airlangga diperlukan UU Cipta Kerja yang akan mentransformasi regulasi karena adanya hyper regulasi yang harus dipotong. “Adanya reformasi birokrasi pemerintah juga akan melakukan reformasi tambahan yaitu akan ada pemangkasan eselon 1 dan 2, dimana eselon 3 dan eselon 4 jadi fungsional,” ucap Airlangga.
World Bank (WB), menurut Airlangga menyatakan jika UU Cipta Kerja ini merupakan reformasi yang paling positif di Indonesia dalam 40 tahun terakhir di bidang investasi dan perdagangan. “Kita masih tergantung dalam investasi dalam berbagai sektor, misalnya di pembangkit, di konstruksi, di logistik, di farmasi, di proses manufaktur dan juga di sektor jasa,” ungkap Airlangga.
World Bank juga mengakui jika dihapuskannya izin impor itu bisa mengurangi biaya dan ketidakpastian. WB juga menyebut hal ini adalah reformasi besar yang membuat Indonesia semakin kompetitif dan terbuka pada investasi, yang bisa memerangi kemiskinan dan meningkatkan lapangan kerja.
Diskusi yang akan dimoderatori oleh Wakil Rektor I Dr. H. Mahathir Muhammad, SE, MM, menghadirkan Menko Perekonomian Dr. (H.C) Ir. Airlangga Hartarto, MBA, dua Rektor yaitu : Rektor IPB Prof. Dr. Arif Satria, SP, MSi, Rektor Perbanas Institut Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, MEc.
Selain itu, sejumlah pakar dan ahli seperti, Prof. Dr. Nunung Nuryantoro, MS (Dekan FEM IPB), Dr. Ninasapti Triaswati, MSc (Dosen FEB UI), Dr. Hedwigis Esti Riyawati, ME (Dekan FEB Perbanas Institut) dan M. Aditya Warman, MBA dari Apindo. (RLS/MATA2)